Sabtu, 28 Agustus 2010

Cinta Lelaki Biasa

Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.

Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.

Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap.Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.

Kamu pasti bercanda!

Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.

Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya.

Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!

Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.

Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?

Nania terkesima.

Kenapa?

Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.

Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!

Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur.Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!

Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.

Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.

Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.

Tapi kenapa?

Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.

Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.

Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!

Cukup!

Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?

Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.

Mereka akhirnya menikah.

***

Setahun pernikahan.

Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.

Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.

Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.

Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.

Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.

Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu! Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar! Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!

Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.

Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.

Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!
Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?

Rafli juga pintar!
Tidak sepintarmu, Nania.

Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan.
Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.

Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.

Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.

Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.

Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.

Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..

Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya? Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.

Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!

Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.

Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!

Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.

Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
Cantik ya? dan kaya!

Tak imbang!

Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.

Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.

Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.

Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!

Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.

Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.

Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.

Baru pembukaan satu.
Belum ada perubahan, Bu.
Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.

Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.

Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset.

Masih pembukaan dua, Pak!
Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.

Bang?
Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.

Dokter?

Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.

Mungkin?
Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu?
Bagaimana jika terlambat?

Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.

Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.

Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.

Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.

Pendarahan hebat!

Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.

Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.

Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.

Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.

Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.

Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.

Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.

Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..

Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.

Nania, bangun, Cinta?
Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.

Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,

Nania, bangun, Cinta?
Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.

Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.

Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.

Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.

Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.

Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.

Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.

Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?

Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.

Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.

Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.

Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.

Baik banget suaminya!
Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!

Nania beruntung!
Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.

Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!

Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.

Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?

Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?

Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.

Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi
sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.

Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.

Seperti yg diceritakan oleh seorang sahabat..

- Asma Nadia -

Sabtu, 14 Agustus 2010

Accounting to Marketing ketemu Orgil..Ting…Ting…

Oleh : Citra Lardiana Putri

“Stasiun Poncol dan Tawang” target yang tertulis dalam agendaku hari ini untuk sebuah agenda besar marketing Kopi Radix, sebuah produk dari HPA (Herba Penawar Alwahida), khasiat sinergi 7 Herba (Teja lawang, mengkudu hitam, tebu gajah, etc….). Kopi Radix ini pun memiliki beberapa macam khasiat antara lain menambah stamina, menguatkan tulang, melancarkan peredaran darah dan masih banyak khasiat lainnya, ga percaya?? Coba ajah, 1 sachet harganya Cuma 4 Rb perak ko’,.sekalian nyambi promosi. Hehehehe
Jam sudah menunjukkan pukul 10.05 WIB (Waktu Indonesia Berkarya), mentari tak lagi malu memperlihatkan sinarnya, udara tak lagi bersahabat, puanaseeeeee pool dech,.terik mentari tak surutkan tekadku untuk sampai ke poncol. Senjata marketing seperti brosur, produk, sudah dipersiapkan. “
Alhamdulillah beres” kataku pelan.
Motor Vega R jadi pacarku hari ini, maklum selama ini baru bisa CUMI “Cuma Minjem” Hehehe,
“Jadi Sales, mampukah?” tanyaku dalam hati.
Karena selama ini aku lebih banyak otak-atik angka syetan, upz..maksudnya duit maya, ga ada wujudnya, bernilai jutaan, miliaran, bahkan triliunan…selisih 5 perak bisa bikin kepala spaneng alias mumet alias migran alias pusing alias stadium 4 bisa bikin STRESS! Hohoho lebaaaayyy mode on
Kata orang nech, anak2 akuntansi tuh lebih suka mikir ketimbang ngomong, bisa dikatakan anaknya pendiem, bener ga yach??? Bisa bener, bisa juga tidak tergantung dari sudut pandang mana kita melihat. Pendiem karena anak2 akuntansi butuh konsentrasi, ketelitian, ketelatenan, kesabaran, berpikir cepat dan tepat dalam mengerjakan sesuatu. Makanya, klo ne anak gi ngerjain tugas yang berhubungan dengan duit, itung2 an angka, dia pasti memilih suasana dan kondisi yang cukup tenang di temani musik klasik. Sedikit berisik, gaduh biasanya sudah mengganggu konsentrasinya, apalagi klo nylesein Accounting Cycle dari awal ada kesalahan dikit, ya sudah ke bawahnya bisa fatal…duka laranya anak2 akuntansi..
Klo aku tipe anak pendiem tapi ceriwis juga (loh, jadi bingung ). Diem klo lagi makan, tidur, sariawan, etc…hohoho,.Ceriwis klo sudah kenal dengan lawan bicara apalagi nyambung, ngomong sana sini, ngalor ngidul bisa 24 jam non stop dech.
Lanjut, berbekal pengalaman di berbagai organisasi di kampus yang memberikan kepercayaan kepadaku menjadi penggerak Humas, mau tidak mau aku harus belajar bagaimana Public Speaking yang baik, Teknik Lobby karena humas mempunyai peran yang sangat penting. Tidak hanya mendistribusikan surat ataupun mencari donatur dan sponsorship dalam suatu kegiatan di kampus, tapi lebih dari itu. Humas sebagai positive image building (pencitraan), networking (jejaring), dan jurnalisme sebuah lembaga.
Yach, pengalamanku di humas membuatku semakin yakin untuk mencoba menjadi seorang marketing yang lebih dikenal sebagai sales, apapun namanya yang penting bagaimana kita bisa menjual produk dan menjalin hubungan baik dengan konsumen. Selain produk yang mempunyai kualitas yang baik, seorang sales juga harus cakap dalam berbicara agar mampu meyakinkan konsumen.
Semuanya sudah siap, bismillahirrohmanirrohiim…
Kupacu motorku dengan kecepatan rata2 60 km/ jam, tak kurang dari 20 menit aku sampai di Stasiun Poncol, stasiun tercita dan kebanggaanku selama hidup di Semarang.
Assalamu’alaykum, permisi pak…
Wa’alaykumussalam, ada yang bisa saya bantu? Jawab petugas Kereta Api ramah dengan senyum yang mengembang bak mentari pagi.
Saya Citra dari sales HPA, mau tanya klo boleh tahu dimana letak koperasi KA nggih Pak? Saya ada perlu dan bla bla bla hingga bisa dirangkai sebuah kalimat yang panjang, tak ada titik maupun koma dan pada intinya “Koperasi di Depo (tempat mangkal KA), lurus terus, belok kanan masuk ada gerbang” begitu kata petugas KA yang penuh semangat menunjukkan arah jalan.
Terima kasih, saya langsung ajah. Assalamu’alaykum…
Kembali aku memacu Vega R yang berwarna merah, tak ada rasa takut dalam hati. Padahal mengingat 2 tahun silam, aku pernah mengalami kecelakaan pakai motor ini, hingga banyak luka memar yang ada di kepalaku dan aku sempat terindikasi bisa melupakan kejadian2 masa laluku. Tapi aku yakin, Alloh bersamaku..dulu, kini dan untuk selamanya. Amiin,.
Alhamdulillah nyampe di koperasi KA, bertemu langsung dengan bagian pembelian. Dari memperkenalkan nama, ngomong ini itu dengan lincahnya aku mencoba meyakinkan konsumen yang ada dihadapanku, endingnya monggo bu di coba dulu ajah. Ku kasih sample produk Kopi Radix dan tak lupa brosurnya. Aku pamit dengan senyum 2 centi ke kanan dan 2 centi ke kiri selama 7 detik,. yupz selesai. Assalamu’alaykum…salamku dengan meninggalkan kenangan indah bersama senyum keikhlasan.
Sesaat aku coba mengamati apa2 yang dilakukan oleh pegawai Depo KA, bener2 luar biasa. Selama ini aku hanya menikmati kereta api dalam keadaan bersih, nyaman dan yang pasti ga telat datengnya. Sedikit telat, aku dan yang lainnya dah mulai uring2 an. Astaghfirullahal ‘azim,..betapa seringnya manusia itu mengeluh. Lain halnya dengan para petugas Depo, mereka dengan tulusnya memperbaiki, mengecek, membersihkan kereta sampai kereta bener2 siap menghantarkan handai taulan menuju cita dan cinta masing2. Padahal, cuaca begitu panas, pengap, berlumur oli, kotor, dan nada bising dengan suara2 mesin yang menderu. Kulangkahkan kakiku dan sejenak berfikir “Mencari sesuap nasi di tengah hiruk pikuk dunia”, sungguh naif selama ini kita hanya bisa meminta dan meminta, tak pernah ikut merasakan pengorbanan bapak ibu dalam menjemput rezeki, tak mau tahu apa yang dilakukan bapak ibu untuk membiayai hidup kita, yang kita tahu bagaimana jatah per bulan kita harus lancar dari rumah, itu saja. Ironis,..
Kuhadirkan senyum ketulusan untuk mereka, berharap bisa ikut merasakan apa yang mereka rasakan. Dalam hati kuberkata “Semangat Pak, semangat Pak, semangat Pak, sambil ku kepalkan tangan ke arah mereka”, apakah mereka tahu maksudku? Entahlah,..tak terasa butiran hangat mengalir dari mataku, ku usap dengan segera agar tidak ketahuan. Cepat2 ku meninggalkan tempat itu, ku lewati lorong2 Depo hingga sampai ke kantor depan Depo. Ada seorang bapak setengah baya dan pemuda dengan tubuh bulat, tinggi, pakaiannya sedikit lusuh dan sinar mata yang kosong. Mereka duduk secara terpisah, aku tak ragu untuk menawarkan produk yang aku bawa. Target utamaku adalah seorang bapak yang duduk dengan tenang depan pintu keluar persis. Alhamdulillah bapak tersebut tertarik untuk mencobanya. Dibelinya 1 sachet Kopi Radix dan tak lupa ku kasih brosur, “toh barangkali bisa jadi pelanggan tetap.” Harapku.
Kini, targetku selanjutnya pemuda tersebut. Ku dekati dia secara perlahan, ku duduk tepat di sampingnya dengan jarak kurang lebih 1 meter. Seperti biasanya, aku coba meyakinkan dia. Huft,..ternyata responnya ga bagus. Aku kesal,..kuputuskan untuk berpamitan dengan mereka berdua.
Pak, mas..saya pamit dulu, terima kasih.
iya mba, terima kasih untuk kopinya, nanti saya coba. Oia, yang mas’nya tadi ga usah dihiraukan karena dia agak miring dengan memberikan sedikit tanda bapak itu mengangkat telunjuk tangan kanannya membentuk miring di atas jidatnya.
Haaaaaaaaaaaaa,..aku terkejut. Astaghfirullah…segera aku mengucapkan salam.
Keluar menuju parkiran motorku. Sarung tangan, slayer, helm..sipz beres. Tiba-tiba ketika aku memakai helm, seperti ada suara yang memanggilku, siapa dia? Hatiku mulai resah dan jantungku mulai berdetak dengan kencangnya, ya iyalah kan masih hidup. Tempat parkiran begitu sepi, hanya ada motorku dan beberapa mobil. Kucoba beranikan diri melihat dan mencari sumber suara sambil merapikan helmku, dan Astaghfirullah suara itu milik pemuda yang agak miring. Rasa cemas, panik dan takut mehinggapi diriku. Dia tetap menanyakan berbagai hal kepadaku, dari nama, asal dan lainnya. Huft,..diriku mulai tak bisa dikendalikan.
“Maaf mas, aku buru2.” Begitu ucapku dengan nada resah.
Motor yang dari tadi aku Sela karena starter dah ga berfungsi, kini seakan2 tak mengerti kondisiku. Yang ada dalam benakku adalah klo ne orgil nekat, aku akan teriak sekencang2nya.
“Ya Alloh, lindungi aku.” Begitu pintaku.
Pemuda orgil tersebut tak bosan2nya memandangku, ting ting…haaaaa, aku semakin resah, dia menanyakan sesuatu, mencoba mendekatiku. Dalam kecemasan, aku terus mencoba menghidupkan motorku berulang kali.
Bismillah,..ku coba sekuat tenaga menyela motorku. Alhamdulillah akhirnya mesin motor menyala.
“Allahu Akbar…” Teriakku.
Ku masukkan gigi, ku balik arah dan pamit dulu ya mas, Assalamu’alaykum….
Laju motor begitu kencangnya meninggalkan seorang pemuda yang masih berharap sesuatu, apa itu? Aku pun tak tahu…T_T
Depo St. Poncol, 27 Juli 2010

*Nada Syauqiyah*

Senin, 28 Juni 2010

Sebuah Inspirasi,..


Nasihat Al Khanza’ Kepada ke-Empat Putranya
Disebutkan dalam Thabaqat Asy-Syafi’i (1/260), Al-Ishabah (7/6/4), ”Al Khanza’ binti Amru As-Salmiyyah ikut di satu pertempuran Al-Qadisiyyah, bersama empat putranya. Beliau memberi nasihat dan memompakan semangat jihad serta sikap pantang menyerah atau mundur satu langkahpun."
Dia pernah berkata, ”Kalian telah masuk Islam sebagai orang-orang yang taat. Kalian telah hijrah sebagai sebuah pilihan dan kalian adalah putra-putra dari seorang ayah dan seorang ibu. Nenek moyang kalian tidak ada yang tercela, demikian pula paman-paman kalian “.
Kemudian dia berkata lagi, ”Kalian telah mengetahui dan meyakini apa yang dijanjikan Allah kepada kalian berupa pahala yang besar dalam memerangi orang-orang kafir. Dan ketahuilah bahwa negeri yang kekal itu adalah lebih baik daripada negeri yang fana. Apabila kalian bangun esok pagi dalam kondisi selamat, insya Allah, maka berangkatlah untuk memerangi musuh kalian dengan penuh sabar dan mohonlah kepada Allah kemenangan atas musuh-musuh-Nya. Apabila kalian menyaksikan perang sedang berkecamuk dengan sengitnya serta api pertempuran semakin panas, maka kobarkanlah api pertempuran itu. Dan bertarunglah dengan komandan pertempuran pada saat pasukan itu membabi buta. Maka engkau akan meraih kemenangan dengan membawa harta yang melimpah dan kemuliaan dinegeri yang kekal”.
Terjun ke Kancah Pertempuran.
Keempat putra beliau keluar dan memegang teguh amanah sang ibu. Keesokkan harinya, mereka bersegera menuju markaz dan memulai pertempuran. Mereka tampil satu persatu, dengan mengumandangkan takbir dan bait-bait syair penyemangat.
Putra pertama terjun, berjuang-juang habis-habisan hingga terbunuh. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala melimpahkan rahmatNya.
Putra kedua tampil, dan memberikan perlawanan yang tidak kalah sengit dari kakaknya. Akhirnya ia terbunuh. Semoga rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala terlimpah atasnya.
Putra ketiga menyusul. Seolah tak ingin kalah dari kakak-kakaknya. Ia menyerang dan bertempur dengan sungguh-sungguh. Hingga kematian menjemputnya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala melimpahkan rahmat atasnya.
Akhirnya, putra ke-empat ikut terjun kekancah perang yang semakin memanas. Subhanallah, ia pun ikut terbunuh. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala melimpahkan rahmat atasnya.
Berita syahidnya ke-empat putra Al Khansa’ pun sampai ke telingan sang ibunda. Bagaimanakah sikapnya ?
Beliau berkata, ”Alhamdulillah, Dia telah memuliakanku dengan kematian mereka dan aku berharap kepada Rabbku semoga Dia mengumpulkan diriku bersama mereka di dalam kediaman yang penuh dengan RahmatNya.
Kemudian Umar bin Al Khaththab memberi pesangon kepada Al Khanza ‘ atas kematian putra-putranya, masing-masing 200 dirham.
Ya ummi … berapa putrakah Allah Subhanahu wa Ta'ala titipkan kepada kita ???
Sudahkan kita bersyukur sesuai petunjukNya ???
Mari muhasabah bersama.

Sepenggal kisah tentang dia,..


Oleh : Citra Lardiana Putri

Makasih atas pengingatannya mbak, tapi aku ga tau harus gimana ngomongnya.
Aku sendiri lagi kehilangan arah.njenengan dah baek ko’ mbak, ini masalah intern. Gi ghozwul fikr ki mbak, fikiranku sendiri tapi antara pengin keluar dari LK sama KASIHAN, kasihan sama temen2 yang dah gerak muter2, sementara aku masih diam di t4.
Aku sadar itu bukan suatu tuntutan, mungkin jadi beban iya, klo lagi pusing. Jadi tanggung jawab iya, klo lagi sadar. Tapi sesaat begini sesaat begitu. Jadi susah mbak klo ketemu orang2 kayak njenengan. Klo dah bilang tsiqoh, percaya…??? Susah jawabannya. Mungkin klo boleh memilih, aku lebih memilih jadi mahasiswa biasa, meskipun sekarang aku masih biasa. Yo, kuliah, kampus, kantin, kos ke rumah (mudik)…mungkin dari awal aku ga punya dasar pengalaman di organisasi. Dan aku lebih suka jadi penonton daripada pemain, tapi berhubung dah SEDIKIT TAU 7_an ikut LK yo…?? Itulah hidup.Coba diajukan ke basmala, sapa tau jadi cerpen, ko jadi nanti qt bagi hasil mbak. He…
Itulah sepenggal kisah jawaban SMS dari adekQ di sebuah amanah,,ya..ya..sebuah kewajiban menjadi yang tertua di amanahku sekarang, aku fikir ini sebuah tanggung jawab besar, harus memahamkan adek2 akan pentingnya sebuah komitmen dalam dakwah,,seperti SMS dari seorang al akh ataupun al ukh (Coz nama tak tercantum di Phone bookQ)
“Dakwah menyukai kader tangguh, yang ikhlas berjuang tanpa paksaan. Yang dg inisiatif dan kesadarannya sebagai aktivis dakwah. Ia berkorban demi rahmatan lil ‘alamin..Seleksi dalam dakwah adalah komitmen bukan kompetensi. Tidak harus jadi orang hebat untuk berdakwah. Cukup komitmen yang menjadi awalan agar kebaikan yang lain muncul dg sendirinya,..”
Sender :
(no name)
+6281328810885
Received:
23:55:55
28/03/10
Ehm,,,tiba2 aku terbangun dalam tidurku..dan aku baca sekilas SMS tersebut dalam kondisi setengah sadar, kemudian aku tutup mata ini kembali, ku raih guling yang selalu menemaniku. Uach….
Aku terbangun di udara yang masih cukup dingin. Ku berfikir sejenak dan aku membuka inbox,,aku baca SMS itu berulang2 dan bibirku berucap Subhanallah, Alhamdulillah…aku masih di ingatkan tentang komitmen dalam dakwah ini, walaupun dalam hati aku penasaran siapa pengirim SMS tersebut. Awalnya aku kesal, SMS ko’ malem2 pikirku...mencoba berfikir positif aja wez, mungkin si pengirim baru sempat atau SMS itu ke pending di udara saking banyaknya SMS yang berebut mo masuk ke inboxQ,,,heeeeeee..Lebay..Mode On ;-)
Syukran ku ucapkan untuk seseorang yang di seberang sana, mengingatkanku walau hanya sekedar untaian kata…
Masih dengan rasa penasaranku, ku Misscall nomor tersebut dengan Private Number…maksude kan biar Nomorku ga terlihat,,,heeeeeeee….
Tut..tut..tut..bukan bunyi sepatu kuda, tapi alunan nada yang aku dengar. Ehm,.. tak juga di angkat, apa dia ga mau ngangkat coz ga ada nomor yang muncul. Ku ulang lagi,,,Tut..Tut..Tut Klik..tiba2 HP aku matiin, ternyata di seberang sana seseorang mengangkat HPnya. Oh No,,bodohnya aku…aku belum sempat tahu suara pengirim SMS itu. Bodohku sedikit, tapi pinterku lebih banyak coz aku lebih sayang pulsaku ketimbang suara itu. Sudahlah akhirnya aku melupakan rasa itu.
Kembali ke sebuah komitmen yang menjadi awalan untuk menyebarkan kebaikan di bumi ini. Semoga aku, engkau dan qt semua diberikan kefahaman akan pentingnya sebuah komitmen dalam dakwah ini. Dan yakinlah saudaraku, semua hal itu butuh kesabaran…
Sejenak bermunajah…
“Rabb, Engkau ajarkan melalui kalam-Mudan kalam Rasul-Mu bahwa butuh kesabaran dalam setiap perjalanan kehidupan. Namun Engkau lihat, hamba tiada pernah bersabar. Ketika mengejar dunia, kami mengejarnya tanpa kesabaran. Ketika melepas kesukaran, hamba pun berproses tanpa senjata kesabaran. Akhirnya, terhempas lagi dan terhempas lagi. Semuanya menjadi buntu dan berakhir dengan kesia-siaan.
Kiranya, kilauan dunia masih membutakan hati hamba dan kiranya pikiran singkat masih mendominasi otak hamba. Ya Alloh Pemilik Segala Hidayah, ajarkan hamba bahwa kesabaran itu berujung kepada keindahan, ketenangan dan kebahagiaan. Oleh karena itu, kami harus bersabar.”

Di Sudut Gerbong Kereta Ekonomi...


Oleh : Citra Lardiana Putri

Sunyi, sepi…udara dingin yang menusuk tulang tak melunturkan semangatku..Kulihat HaPeku masih menunjukkan jam 5 pagi, AKU HARUS PULANG..!! “ucapku dalam hati.” Rindu yang membuncah dalam kalbu untuk bertemu dengan sosok perempuan yang luar biasa dimana “Surga di bawah telapak kaki ibu” seperti Sabda Rasulullah SAW :
Dari Abu Hurairah Ra. Ia berkata : “Seseorang pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu bertanya : ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk aku pergauli dengan baik?’ Beliau menjawab: ‘Ibumu. Orang tersebut bertanya: Lalu siapa lagi?’ Beliau menjawab: ‘Ibumu. Orang tersebut bertanya: Lalu siapa lagi?’ Beliau menjawab: ‘Ibumu. Orang tersebut bertanya: Lalu siapa lagi?’ Beliau menjawab: Bapakmu.” (HR. Bukhari Muslim)
Subhanallah Ibu di ucapkan 3 kali baru bapak…betapa mulianya seorang ibu,,,yang bapak2 jangan ngiri yach,,heeeeeeee
Teringat semasa kecilku, ketika di kelas Ibu guru berkata “Surga di bawah telapak kaki ibu” kata2 tersebut membekas dalam hati kecilku. Sesampainya di rumah “Assalamu’alaikum…” ucapku dengan penuh semangat,tak ada jawaban..aku masuk ke rumah mencari-cari ibu..di kamar, dapur, kamar mandi dan segala sudut rumah tak ku temukan, aku ingin segera melihat surga. Masih terngiang di benakku, kata ibu guru “di surga, ada mata air yang memancar dan banyak buah-buahan, dan masih banyak lagi kenikmatan-kenikmatan ketika bisa tinggal di surga.” Itulah kepolosan seorang anak kecil…begitupun aku dan anak2 kecil lainnya. Ooh,,,Ibu dimana??? Ucapku resah…aku mulai menangis sejadi-jadinya karena aku pikir, aku tak bisa melihat surga. Ibu,,,kau dimana??? Aku ingin melihat surga…suaraku mulai serak.
Assalamu’alaikum… ku dengar ada yang berucap salam,,,aku lelah, mataku sakit dan agak bengkak,tak terasa tangisan ini membuatku ketiduran. Suara itu tidak asing bagiku. Wa’alaikumussalam,,aku segera meloncat dan menghampiri suara itu, ternyata di hadapanku adalah Ibu. Sosok yang kutunggu kedatangannya, kucium tangannya dan kupeluk tubuhnya. Teringat kata2 ibu guru, aku langsung meminta ibu memperlihatkan kakinya kepadaku. Ibu heran dan bertanya “Ada apa nak?” dengan penuh semangat aku menjawab “ingin melihat surga”. Ibu tersenyum dengan guratan wajah yang tidak muda lagi tapi masih terlihat cantik, Ibu berkata “Anakku, jadilah anak yang sholeh/sholehah, Ibu akan senang.”
Mba’ dah siap??? “gita mengingatkanku..
Aku terhenyak dalam lamunanku,,,kita segera menuju stasiun poncol, stasiun kebanggaanku...lebih dari 3 tahun aku menghampirimu tuk menunggu sang pangeran (kereta api.red), heeeee...Motor Vega R menemani perjalananku ke poncol,,ooh dunia seakan milik kita berdua (aku dan gita) karena pagi masih sunyi. Hanya ada satu, dua motor yang melintas. Subhanallah…di dataran trangkil, aku menikmati panorama alam yang luar biasa…bisa melihat keindahan lampu2 Masjid, rumah, gedung, restoran, de el el seperti bintang-bintang yang cahayanya tak akan pernah padam, awan yang masih gelap gempita, pohon-pohon yang menjulang tinggi, kesunyian alam dan hembusan angin semakin menguatkan keimananku pada Sang Maha Pemilik Jagat Raya ini.
Alhamdulillah sampai juga di poncol hanya dengan menghabiskan waktu sekitar 18 menit untuk perjalanan. Perjalanan yang menyenangkan, karena impianku adalah PEMBALAP..bisa kebut2an, heeeeee. Suasana masih sepi. Aku langsung menuju loket dan masuk ke stasiun. Astaghfirullah, keretanya agak telat karena lagi diperbaiki. Aku mulai resah, tapi harus “positive thinking” kereta kan juga punya hak untuk di rawat. Okelah kalo begitu,,,Sabar bRo…penenanganku dalam hati.
Singkat cerita, kereta datang dan berbondong-bondong penumpang ingin segera memasuki pintu kereta termasuk aku. Alhamdulillah, tidak terlalu penuh. So, aku dapat tempak duduk yang cukup nyaman. Awalnya kunikmati perjalanan ini dengan membaca “Mencari Pahlawan Indonesia” karya Pak Anis Matta. Buku yang luar biasa, Menurut pak Anis Matta “Pahlawan dari generasi sahabat punya daya cipta sarana materi di tiga wilayah : di medan perang, dalam pencaturan politik dan di dunia bisnis. Abu bakar dan Utsman bin Affan biasa menginfakkan total hartanya bukan sekedar marginnya, untuk memulai usaha dari nol kembali, karena mereka yakin pada kemampuan daya cipta sarana materi mereka. Umar bin Khattab dan Abdurahman bin Auf selalu menyedekahkan 50% hartanya untuk ummat. Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid, keduanya adalah petarung sejati dan pebisnis sejati.
Berkata Umar : “Tak ada pekerjaan yang paling aku senangi setelah perang di jalan Allah, selain dari bisnis.” Ini menjelaskan mengapa generasi sahabat bukan hanya mampu memenangkan seluruh pertempuran, tapi juga mampu menciptakan kemakmuran setelah mereka berkuasa.
Yang menjadi pertanyaanku adalah apakah sudah ada sosok pahlawan di Indonesia seperti Sahabat-sahabat Rasulullah? Demikian bisa dijadikan renungan bersama. Semoga pahlawan itu adalah aku, kamu dan kita semua. Amin…
Beberepa menit kereta melaju dan lagi asyik2nya membaca buku, gludakzt… ada gelagat tidak beres dari beberapa laki-laki di gerbong belakang, sudut gerbong yang cukup nyaman buatku. Mereka mengeluarkan sebatang rokok dan cer menghidupkan korek api dengan rasa yang tak bersalah. Awalnya aku cuek, acuh dengan tetap melahap buku yang dipegangku. Huft,..tiba-tiba ku tutup buku itu dan berucap PARA PEROKOK ITU BENER2 EGOIS…!!! Gumamku dalam hati. Teringat millist seorang kawan di seberang sana.
Pernahkah terbesit, klo para perokok itu sangatlah egois??ya, ku pikir memang begitu. mereka merokok tanpa memperdulikan tempat dan siapa orang yg ada disekitarnya demi kesenangan dirinya.tak jarang mereka merokok justru ditempat2 yg penuh sesak oleh orang2 dan minim sirkulasi udara. yup, yg sering qta lihat di kendaraan2 umum. Apalagi ne kereta (ga lihat po???). huft,..mereka bahkan tak menghiraukan ada anak2 or bahkan bayi didekatnya. entah mereka ga sadar, ga tau, atau memang ga mau tau!! dengan penuh kenikmatan, rokok di hisap dan mengepulkan asap seenaknya. kenikmatan bagi mereka dan penderitaan bagi orang lain. hobi merokok, tercapainya ketenangan, penghilang stress dan 1001 alasan lainnya dijadikan pembenaran atas aktivitas merokoknya. tidak hanya mendzolimi dirinya sendiri, tapi juga orang lain. jangankan menghargai orang lain, menghargai dirinya sendiripun tidak bisa. sepertinya bila belom ada yg menyatakan keberatan "maaf mas, rokoknya bisa dimatikan?kasian ada bayi dan anak2." atau dengan mengibas-ngibaskan tangan menghalau asapnya tanda sangat tergangggu, mereka tetap melanjutkan aktivitas tersebut . memang merokok itu adalah hak setiap orang. tapi bukankah dalam hak seseorang itu selalu ada hak orang lain sebagai batasannya??tidak ada hak yg absolut di dunia ini (inget pelajaran PPKN :D). Akan lebih bijak, bagi perokok aktiv yg akan melakukan aktivitasnya, carilah tempat yg tidak ada perokok pasif didalamnya misal dalam smoking room. menurut penelitian (lupa sumbernya), jika perokok pasif sering berada dalam komunitas perokok aktiv dalam jangka waktu lama, kondisi paru2nya akan sama kronis dengan perokok aktiv.
So, bagi para pecandu rokok, "kl mau minum racun, minum aja sendiri. jangan mengikutsertakan orang2 yg ingin hidup sehat wal afiat" hehhehe
mohon maaf bagi yg tersinggung. hanya ingin sharing aja. peace ah
Ya,,,aku sepakat dengan statement2 di atas..Tapi nyaliku mungkin masih kecil, aku tak berani berucap. Sapu tangan berwarna pink, ku buat untuk menutup hidungku, kanan kiriku tak menghiraukan dengan para perokok itu karena mereka menikmati tidurnya. Aku hanya bisa mengingkari dalam hati dan ber-SMS ria dengan teman-teman biar ga terlalu focus dengan mereka. Dan ku ganti status FB-ku dengan “Para PEROKOK itu bener2 egois…!!!” dan beberapa comment yang masuk emang sepakat dengan pendapatku, tapi sayang pajak terbesar di Indonesia bersumber dari perusahaan rokok..Huft,,menyesal tiada arti…tapi bagaimana kita harus mengubah paradigma berfikir masyarakat tentang rokok. Kadang dalam benakku berkata “Apa para lelaki itu ga inget umur?” heeeeee,,,
Maz2, bapak2, ada akhwat bijak n santun disini lho,..ga malu po??? Hahaha…PeDe jReng,..”Kataku dalam hati.
Satu demi satu penumpang turun di stasiun tujuannya masing-masing. Aku sedikit lega, karena para perokok itu sudah tidak di gerbong ini lagi. Kini, kesabaranku di uji kembali. Sepasang suami isteri atau mungkin muda-mudi (pacaran.red) duduk dekat di sampingku. Astaghfirullah,,,bukannya berburuk sangka..kok mereka melakukan hal-hal yang tidak sedap dipandang mata (maksudnya mataku),,pengin muntah dan ingin segera menyingkir..tapi ga enak dengan penumpang lainnya. Ya…lagi2 pengingkaran dalam hati dan itu selemah-lemah iman, teringat sebuah hadits :
Dari Abu Sa’id Al Khudri ra. Berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika ia tidak mampu maka denagn hatinya dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Astaghfirullah,,,bener2 jaman sudah edan (kata beberapa orang). Tapi dipikir2, ada benernya coz banyak sekali seks bebas, narkoba dan kenakalan2 remaja lainnya. Tidak hanya itu, KKN masih mencekik negeri ini. Ayo saudara2ku, kita ubah negeri yang kita cintai menjadi negeri yang penuh barokah. Amin..
Tak terasa kereta sudah sampai di stasiun Slawi, mengingatkanku untuk segera turun. Alhamdulillah, Allah masih memberikan perlindungan kepadaku. Sssst,,,tak seperti biasanya, pangeran kecilku tak bisa menjemputku…Alhasil aku harus naik angkutan umum (angkot.red) dengan kesabaran menunggu kembali. Ooh,,,selamat tinggal keretaku tercinta…di sudut gerbong ekonomi, kudapatkan hikmah yang luar biasa. Benar apa yang dikatakan sahabat “setiap kejadian yang kita temui pasti ada hikmahnya…”
Kini,,perjalananku masih panjang…Let’s Fastabiqul Khoirot, Keep Istiqomah ‘n Hamasah…!!! Allahu Akbar…

Bersyukurlah,..


Oleh : Citra Lardiana Putri

“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia,..”(Q.S Al-Baqarah : 164)
Saudaraku, apa hikmah yang bisa kita petik dari pergantian siang dan malam? Salah satunya adalah kehidupan ini. Kehidupan yang tidak selamanya terang, ada malam yang bakal menjelang. Dan sebaliknya, kehidupan tidak selamanya gelap, pasti ada pagi yang akan datang dengan membawa terang.
Saudaraku, kehidupan ini bagaikan roda pedati. Ada saatnya kita berada diatas, ada saatnya kita berada di bawah. Adakalanya kita mendapatkan kesenangan, dan adakalanya kita mendapatkan kesusahan dan kesulitan. Apapun keadaan yang kita lalui, tetaplah bersyukur kepada Alloh.
Saudaraku, kadang kita tidak bersyukur atas kesenangan yang kita peroleh, atau bahkan kita mengingkarinya. Padahal Alloh sudah menuliskan di Ayat-ayat cinta-Nya :
“…Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (Q.S Ibrahim : 7)
Nah lho,..dah jelas toh??? Diberikan kesenangan saja enggan bersyukur, betapa sombongnya hamba-Mu ini. Apalagi bersyukur ketika kita mendapat kesusahan. Astaghfirullah,..
Ketika hujan datang, kita mengeluh bahwa hujan akan menghambat aktivitas kita seperti biasanya. Merasa dinginlah, beceklah, maleslah dan lah lah yang lain. Alloh berfirman :
“Dan Alloh menurunkan air (hujan) dari langitdan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi yang tadinya sudah mati. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar tertdapat tanda-tanda (kebesaran Alloh) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).” (Q.S An-Naml : 65)
Saudaraku, renungkanlah…apa pantas kita terus dan terus mengeluh???
Ingatlah, kalaulah kesusahan adalah hujan dan kesenangan adalah matahari, kita butuh keduanya untuk bisa melihat pelangi. Subhanallah,..
Padahal kita harus jadi muslim ‘n muslimah juara. Dan jadikanlah sabar dan syukur sebagai ujung tonggak kemenanganmu, mau??? Yukz,..bareng2 bersyukur dengan sepenuh hati menyakini bahwa kesenangan dan kesusahan adalah pemberian dari Alloh, dengan lisan yang mengucapkan hamdallah dan dengan amal perbuatan yang kecil tapi dilakukan dengan istiqomah.
Dah inilah yang harus kita yakini bahwa kesusahan itu pasti akan berlalu…jangan bersedih karena Alloh senantiasa bersama kita.
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (Q.S Al-Insyirah : 5-6)
Dan seperti Ust. Yusuf Manyur sampaikan bahwa Senang itu biasa, susah itu juga biasa. Sebagaimana datangnya siang dan malam. Ia akan senantiasa berputar. Inilah kehidupan.
Ada sebuah untaian kata dan do’a yang menginspirasi :
“Seperti apapun hari ini, semoga Alloh mengusap lembut hatimu, menjadikanmu bagian dari orang-orang yang berjiwa tenang, yang kelak akan datang kepada Alloh dengan wajah bercahaya. Semoga hari-harimu diwarnai kasih sayang-Nya dan setiap peluh ternilai sebagai pemberat amal kebaikan. Amin,..”
Bumi Alloh, 25 Juni 2010

Citra Lardiana Putri

Rabu, 16 Juni 2010

Adekku yang sholeh dengan balutan takwamu,..


Oleh : Citra Lardiana Putri

Reza,..biasa ia disapa, wajah yang lugu dan polos begitu melekat padanya. Postur tubuh yang cukup tinggi dengan kulit yang sawo mateng (manis enggak, jelek juga enggak,…rata2 dech,..hoho..promosi nie yeeee). Sejak kecil, dia cukup dimanja..karena dia adalah anak bungsu dan anak cwo yang kedua di keluargaku. Dia tak biasa melakukan pekerjaan rumah tangga seperti apa yang dilakukan kakak2 sebelumnya. Nyapu pun agak kaku, apalagi nyuci piring…hoho gelas2 n piring pada pecah,korban nestapa. Mungkin dia tergolong anak penurut, terlalu amanah dengan pesan ortu n kakak2nya. Karena itu, aku dan lia (saudara perempuanku) selalu jail kepadanya. Hingga dah gede pun qt bercanda, klo reza belum nangis…yach wajib mpe nangis…pokoknya seru dech..duch kejamnya daku,..hohoho…
Reza,..kini kau beranjak dewasa..walau jiwa kekanak kanakanmu masih ada,.,tapi aku akui kadang2 pikiranmu jauh ke depan,, tak seperti aku…ehm,..masih teringat masa kecilmu, ketika SD bahkan sampai SMA..mo mandi aja minta di temenin,,upz dah di sunat pun, kau tak merasa malu dengan saudara2 perempuanmu…reza,..reza…betapa aku mencintaimu, sungguh…
Kau yang pemalu, kau yang cengeng, kau yang agak pendiam..kau yang…dan kau yang,…satu lagi cerita tentangmu,..makanmu itu loh buanyak buanget…kadang aku dan lia sering ngeledekmu…sarapan ko’ kaya mau macul. Begitu ucapku,..dan kau tak menghiraukan sama sekali…Huft,..masuk kuping kanan keluar kuping kiri…
3 bulan sebelum ujian SMA, kau banyak berubah. Kau yang rajin sholat, sholat tahajud, sholat dhuha, puasa sunah dan masih banyak amalan2 terbaik lainnya yang kau lakukan. Ehm,,fenomena klasik kata orang bilang…yach,..mungkin hal yang sama banyak terjadi ketika mo ujian, semua mendadak pada sholeh dan sholehah…kalau aku fikir, baguslah mereka mau berubah…POSITIF THINKING,..dan yang selalu aku bilang kepada adekku Reza “Jagalah sholatmu dan selalu memperbaiki diri” Jangan takut, Allah bersama kita. Allah memberikan apa2 sesuai dengan usaha yang kita lakukan.
Hingga tiba saatnya hasil ujian di umumkan,..aku merasakan apa yang kau rasakan “merasa was-was ketika hasil ujian tak sesuai dengan keinginan kita”, aku berusaha memberikan SMS penguat untukmu…dan tiba2 HPku berdering,…deg…deg…jantungku berdetak,,,tak tega mengangkat HP ini..ketakutan melanda diriku dan bismillah,..aku angkat HP…suara salam penuh semangat dari adekku di seberang sana, dan dengan girangnya ‘Alhamdulillah aku lulus Ujian’ begitu katanya penuh semangat,…Alhamdulillah…aku bersyukur, kini Allah memberikan yang terbaik atas usahamu selama ini. Dan pesanku, tetaplah menjaga sholatmu yach Za…
Alhamdulillah,,puji syukur atas nikmat dan hidayah Allah…kini orang2 yang aku cintai dengan sepenuh hati berproses menjadi insan yang LEBIH BAIK,..
Ya Allah,…teguhkanlah semangat Adekku untuk selalu berbuat baik dan mengamalkan apa2 yang dia mengerti sekarang dan berilah cahaya serta celupan Illahi-Mu,,.agar aku dan keluargaku selalu tunduk pada-Mu. Amin…
Adekku,…kau semakin mempesona dengan balutan takwamu…